no fucking license
Bookmark

Turonggo New Putra Bhayangkara: Menari di Jalan Tobat, Merawat Budaya, Merangkul Jiwa

Turonggo New Putra Bhayangkara: Menari di Jalan Tobat, Merawat Budaya, Merangkul Jiwa

lesbumi pc nu Jombang,  – Di antara hamparan sawah dan jalan kampung yang tenang di Desa Kedungrejo, Kecamatan Megaluh, tersembunyi denyut nadi kebudayaan yang menggugah hati. Sebuah kelompok seni tradisional bernama Turonggo New Putra Bhayangkara telah menjadi penanda zaman dan simbol transformasi sosial berbasis kearifan lokal. Bukan sekadar grup jaranan biasa, melainkan tempat kembali bagi banyak jiwa yang haus akan ketenangan, pertaubatan, dan pembinaan spiritual.
(24-06-25)
Jejak Awal: Lahir dari Gerakan Anak Muda Desa

Lahir dari semangat anak-anak muda desa, khususnya para pelajar dan anggota Pramuka Saka Bhayangkara, Turonggo New Putra Bhayangkara mengawali kiprahnya sebagai ruang ekspresi seni sekaligus ikhtiar untuk menjaga warisan budaya leluhur. Dalam suasana gotong royong, mereka menyatukan semangat untuk tidak hanya mempertunjukkan seni, tetapi juga menjadikannya jalan pendidikan dan perubahan hidup.

Dengan modal seadanya dan tekad kuat, kelompok ini terus bertumbuh. Seiring berjalannya waktu, ia menarik perhatian banyak pihak, terutama karena pendekatan unik yang menggabungkan antara seni tradisi dan nilai-nilai keislaman yang mendalam. Dari sebuah grup kecil, kini berkembang menjadi sebuah padepokan budaya dan spiritual, yang dipenuhi semangat kebersamaan, penguatan iman, dan pembentukan karakter.

Dua Tokoh, Satu Misi: Membangun Jiwa Lewat Budaya

Perkembangan pesat New Putra Bhayangkara tidak bisa dilepaskan dari peran dua tokoh sentral yang menjadi tulang punggung spiritual dan ideologis padepokan ini: Basuki Purna Sungkawa, pengasuh Padepokan Santri Jalanan Jombang, dan Danang Sulistiono, tokoh pendidikan dan spiritual yang juga membina Padepokan Telaga Sholawat.

Keduanya membawa pendekatan khas dalam membina generasi muda. Basuki dikenal dengan pendekatan humanis yang menekankan bahwa setiap orang berhak atas kesempatan kedua, terutama mereka yang pernah terjerumus dalam gelapnya dunia narkoba, pergaulan bebas, dan miras. Sedangkan Danang Sulistiono memperkuat nilai-nilai spiritual melalui kegiatan keagamaan yang intens dan sistematis, seperti yasinan, tahlilan, sholawatan, dan manaqib.

Seni Sebagai Jalan Dakwah dan Terapi Sosial

Yang membedakan Turonggo New Putra Bhayangkara dari kelompok kesenian jaranan lainnya adalah ruh spiritual yang menyertai setiap pertunjukan mereka. Sebelum tampil, seluruh anggota terlibat dalam ritual doa seperti Talbiyatul Rizqi, pembacaan manakib, dan dzikir bersama. Ini bukan hanya bentuk syukur, tetapi juga doa keselamatan dan permohonan keberkahan bagi penonton, pelaku seni, bahkan masyarakat sekitar.

Pementasan mereka memadukan tari jaranan klasik dengan atraksi hipnotis dan debus Mataram, namun dalam bingkai yang terkontrol dan sarat pesan moral. Tidak ada unsur liar atau kehilangan kendali, semua berlangsung dalam suasana sakral, tertib, dan edukatif. Mereka menyajikan seni sebagai jalan penyembuhan—baik secara emosional, spiritual, maupun sosial.

🗣️ Basuki Purna Sungkawa

Pengasuh Padepokan Santri Jalanan Jombang

> “Kami ingin membuktikan bahwa jalan budaya bisa menjadi bagian dari jalan dakwah. Padepokan ini adalah rumah bagi mereka yang ingin kembali ke fitrah, tanpa menghakimi masa lalu mereka. Kita peluk mereka dengan cinta dan seni. Jaranan bukan sekadar tontonan, tapi tuntunan.”



🗣️ Danang Sulistiono

Pembina Padepokan Telaga Sholawat dan Tokoh Pendidikan Megaluh

> “Alhamdulillah, sebagian besar anggota yang dulunya terjerat narkoba kini sudah bertobat. Mereka aktif mengikuti tahlil, yasinan, dan sholawatan. Inilah wajah Islam rahmatan lil ‘alamin—menerima siapa saja yang ingin berubah, lewat jalan yang penuh cinta dan estetika.”



Kehidupan di Padepokan: Disiplin, Doa, dan Dedikasi

Setiap hari, Padepokan New Putra Bhayangkara menjalankan kegiatan rutin yang menjadi fondasi perubahan hidup bagi anggotanya. Jadwal doa berjamaah, pembacaan wirid, latihan tari, dan terapi spiritual menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Para mantan pecandu yang kini menjadi bagian dari keluarga besar padepokan perlahan membangun kembali kepercayaan diri dan harapan hidup mereka.

Padepokan ini telah menjadi saksi banyak kisah pertaubatan. Seorang mantan pecandu, yang kini menjadi koordinator lapangan grup tari, mengaku bahwa dirinya telah diselamatkan bukan dengan ancaman, tapi dengan sentuhan kasih dan ruang untuk bertumbuh.

> "Kalau dulu saya dianggap sampah masyarakat. Sekarang, saya dipercaya memimpin adik-adik untuk tampil. Saya bisa tampil di panggung, bisa mimpin doa, itu kebanggaan luar biasa. Saya merasa lahir kembali," ujarnya dengan mata berkaca.



Penutup: Seni, Tobat, dan Asa dari Kedungrejo

Turonggo New Putra Bhayangkara bukan hanya tentang menari di atas panggung. Ia adalah kisah kebangkitan, rumah penyembuhan, dan wahana pendidikan jiwa. Di bawah panji budaya dan keimanan, kelompok ini menghadirkan wajah baru jaranan—bukan sekadar tradisi, tetapi transformasi.

Dari tanah Megaluh, Jombang, mereka terus menari bukan hanya untuk menghibur, tapi untuk membangun. Membawa pesan bahwa siapa pun yang tersesat, masih punya tempat untuk pulang. Dan di padepokan ini, seni menjadi pintu masuk, dan tobat menjadi arah pulang.(Mif)
Posting Komentar

Posting Komentar